Altman Z-Score (1968)
Rasio keuangan
merupakan salah satu informasi yang dapat digunakan sebagai alat untuk
memprediksi kinerja perusahaan termasuk informasi tentang prediksi potensi
kebangkrutan yang berguna bagi banyak pihak, terutama bagi pihak kreditur dan
investor. Pada tahun 1968, Edward. I Altman
memberikan formula yang berfungsi untuk memprediksi potensi kebangkrutan suatu
perusahaan. Altman
melalui percobaannya dengan mengambil sampel terhadap perusahaan yang telah
mengalami kebangkrutan bahwa rasio keuangan tertentu mempunyai “predictive
power” dibanding yang lainnya dalam meramalkan kesulitan keuangan (financial
distress)
dan kebangkrutan.
Altman telah menemukan lima rasio keuangan yang dapat digunakan untuk mendeteksi
kebangkrutan perusahaan yang dikenal dengan Z Score.
Dalam penelitiannya,
Altman menggunakan sampel 33 pasang perusahaan yang pailit dan tidak pailit
dengan model yang disusunnya secara tepat dan mampu mengidentifikasikan 90
persen kasus kepailitan pada satu tahun sebelum kepailitan terjadi. Dalam
proses penentuan Z-Score altman menggunakan teknik statistikal dengan
menggunakan Multiple Discriminant Analysis. Multiple Discriminant Analysis
(MDA) dapat dipergunakan untuk mengetahui variabel-variabel penciri yang
membedakan kelompok populasi yang ada, juga dapat dipergunakan sebagai kriteria
pengelompokan. MDA secara umum adalah Z = V1(X1) + V2(X2) +.... + Vn(Xn) dimana
VI dan V2 adalah parameter (weights) sedangkan XI, X2...Xn merupakan
rasio-rasio keuangan yang berkontribusi pada model prediksi.
Dengan mendasarkan kepada rasio keuangan tersebut, Z-score
Model Altman berhasil dipergunakan untuk mengklasifikasikan perusahaan kedalam
kelompok yang mempunyai kemungkinan yang tinggi untuk bangkrut atau kelompok
perusahaan yang kemungkinan mengalami bangkrut rendah. Z-score Model Altman
memungkinkan untuk memperkirakan kebangkrutan sampai dua tahun
sebelum kepailitan terjadi.
Kelemahan
dari model ini adalah tidak ada rentang waktu yang pasti kapan kebangkrutan
akan terjadi setelah hasil Z skor diketahui lebih rendah dari standar yang
ditetapkan. Model ini juga tidak dapat mutlak digunakan karena adakalanya
terdapat hasil yang berbeda jika kita menggunakan obyek yang berbeda. Meskipun
demikian, penggunaan metode Altman dapat digunakan oleh perusahaan untuk melakukan
tindakan-tindakan pencegahan (early warning) apabila terindikasi sudah berada
pada kondisi menuju kebangkrutan.
Adapun formula Altman Z-Score (original) adalah sebagai berikut:
|
Keterangan :
-
X1 = Working Capital /
Total Assets,
Rasio ini
menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan modal kerja bersih dari
keseluruhan total aktiva yang dimilikinya. Working Capital
merupakan selisih antara current asset dan current liabilities.
-
X2 = Retained Earnings /
Total Assets,
Rasio ini
menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba ditahan dari total
aktiva perusahaan. Parameter ini berguna untuk mengukur
apakah laba secara kumulatif mampu untuk mengimbangi total aktiva
perusahaan.
-
X3 = Earnings Before
Interest and Taxes / Total Assets
Rasio ini
menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dari aktiva perusahaan,
sebelum pembayaran bunga dan pajak.
-
X4 = Market Value of
Equity / Book Value of Total Debt
Rasio ini
menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban-kewajiban dari nilai
pasar modal sendiri (saham biasa). Nilai pasar ekuitas sendiri diperoleh dengan
mengalikan jumlah lembar saham biasa yang beredar dengan harga pasar per lembar
saham biasa. Nilai buku hutang diperoleh dengan menjumlahkan kewajiban lancar
dengan kewajiban jangka panjang.
-
X5 = Sales/ Total Assets
disebut juga dengan assets turnover dan biasanya
dipergunakan untuk mengukur tingkat efisiensi manajemen dalam menggunakan keseluruhan aktiva
perusahaan untuk menghasilkan penjualan dan mendapatkan laba.
Klasifikasi perusahaan yang sehat dan bangkrut didasarkan
pada nilai Z yang diperoleh, yaitu:
·
untuk nilai Z-Score lebih kecil atau sama dengan 1,81
berarti perusahaan mengalami kesulitan keuangan dan risiko tinggi.
·
untuk nilai Z-Score antara 1,81 sampai 2,67 maka
perusahaan dianggap berada pada daerah abu-abu (grey area). Pada kondisi ini,
perusahaan mengalami masalah keuangan yang harus ditangani dengan penanganan
manajemen yang tepat. Kalau terlambat dan tidak tepat penanganannya, perusahaan
dapat mengalami kebangkrutan. Jadi pada grey area ini ada kemungkinan
perusahaan bangkrut dan ada pula yang tidak tergantung bagaimana pihak
manajemen perusahaan dapat segera mengambil tindakan untuk segera mengatasi
masalah yang dialami oleh perusahaan.
·
Untuk nilai Z-Score lebih besar dari 2,67, memberikan
penilaian bahwa perusahaan berada dalam keadaan yang sangat sehat sehingga
kemungkinan kebangkrutan sangat kecil terjadi.
Zeta®
Model (1978)
Sehubungan
dengan perkembangan atas semakin banyaknya respon terhadap permasalahan
kegagalan usaha, pada tahun 1977 altman, Haldeman dan Narayanan membangun model
generasi kedua dengan beberapa tambahan dari pendekatan Z score. Model yang baru tersebut dinamakan dengan Zeta® Model yang dinilai efektif dalam
mengklasifikasikan perkiraan kebangkrutan suatu perusahaan sampai lima tahun sebelum tiba saatnya, dengan
menggunakan sampel dari perusahaan yang bergerak dibidang manufaktur dan retail.
Setidaknya ada lima
alasan munculnya Zeta®
Model sebagai perkembangan dari model sebelumnya:
1.
Adanya
perubahan bentuk / perkembangan, atau profil keuangan atas
perusahaan-perusahaan yang mengalami kegagalan usaha.
2.
Munculnya
model baru ini dikarenakan terkait dengan data yang bersifat temporal.
3. Kegagalan Model
sebelumnya terkonsentrasi pada klasifikasi yang luas dari perusahaan atau industri tertentu.
4. Data-data
dan catatan kaki telah dianalisa secara teliti dengan memperhatikan perubahan
terbaru dalam Standar Pelaporan Keuangan dan Praktek Akuntansi yang diterima
umum.
5. Untuk
mengetes dan menilai beberapa perkembangan yang baru dan aspek yang tetap
menjadi kontroversi dari “diskriminan analysis”.
Zeta® model ini untuk mengklasifikasikan
kebangkrutan cukup akurat untuk lima tahun kedepan sebelum mengalami
kebangkrutan, dengan tingkat keakuratan 90% untuk satu tahun sebelum mengalami
kebangkrutan dan 70% untuk lima tahun sebelum mengalami kebangkrutan. Karakteristik
sampel yang digunakan dibagi kedalam dua kelompok perusahaan terdiri dari 53
perusahaan yang mengalami kebangkrutan dan 58 perusahaan yang tidak mengalami
bangkrut. Yang selanjutnya dibagi kedalam dua jenis perusahaan Manufacture dan
Retailer.
Klasifikasi Kebangkrutan perusahaan dilakukan dengan menggunakan teknik
statistik
multivariat yang dikenal sebagai
analisis diskriminan. Hasilnya
dianalisa menggunakan struktur linear dan kuadratik.
Zeta® model menghasilkan kombinasi 7 ukuran keuangan,
menggunakan variabel pelaporan akuntansi dan pasar saham untuk mengukur
kesehatan perusahaan (to measure corporate health). Adapun ketujuh variabel
model tersebut adalah sebagai berikut:
-
X1 Return on
assets, diukur berdasarkan Penghasilan Sebelum Bunga dan Pajak
(EBIT) dibagi dengan Total Aktiva.
-
X2 Stability
of earnings, diukur berdasarkan ukuran normal standar error dari
perkiraan selama trend 10 tahun. Resiko Bisnis selalu diukur dari naik turunnya
pendapatan dan merupakan suatu pengukuran yang efektif.
-
X3 Debt
service, diukur oleh rasio seperti penghasilan sebelum bunga dan
pajak (EBIT) dibagi dengan jumlah pembayaran bunga.
-
X4
Cumulative profitability, diukur berdasarkan laba ditahan perusahaan (unsur neraca)
dibagi dengan Jumlah Aktiva.
-
X 5
Liquidity, diukur berdasarkan
current ratio seperti working capital (current asset-current liabilities)
dibagi dengan Total Asset.
-
X 6
Capitalization, diukur dari common equity/total capital
-
X7 Size, diukur oleh
dari jumlah aktiva perusahaan.
Setiap
perusahaan dengan Zeta® score lebih kecil dari nol (negatif) memiliki lebih
dari 50% kesempatan diklasifikasikan sebagai perusahaan yang bangkrut, dengan
kemungkinannya semakin terus memburuk. Nilai absolute Zeta® Score bagaimanapun
bukan hanya satu-satunya indikator kesulitan keuangan (financial distress).
Trend dari Zeta itu sendiri mungkin lebih penting. Penurunan sebesar 2 atau 3
poin menuju zona negatif menandakan kemunduran yang serius dalam keuangannya.
Pada intinya
penerapan dari ZETA model untuk identifikasi kebangkrutan perusahaan sama tujuan
penggunaanya dengan model sebelumya ( Altman Z-Score). Diantaranya juga untuk analisis
kelayakan kredit perusahaan untuk lembaga keuangan dan non-keuangan, identifikasi
risiko investasi yang tidak diinginkan bagi para manajer portofolio dan
investor dan untuk membantu efektifitas dalam internal maupun eksternal audit
perusahaan. (abukholid)
DAFTAR PUSTAKA
Altman, E.
I. (2000). Predicting financial distress of companies: Revisiting the Zscore and
Zeta® Models. Journal of Banking &
Finance, 1.
Altman, E.I
(1968). Financial Ratio Discriminan Analysis and The Prediction of Corporate Bankruptcy.
Journal of finance, Vol XXIII, No. 4, Sept.
E. Altman,
R. Haldeman and P. Narayanan (1977). Zeta® Analysis: A New Model for Bankruptcy
Classification,
Journal
of Banking and Finance, pp. 29-54, June
E. Altman
and J. Spivack (1983), Predicting
Bankruptcy: The Value Line Relative Financial Strength System vs. The Zeta
Bankruptcy Classification Approach, Financial
Analysis Journal
Endry (2009). Prediksi
Kebangkrutan Bank untuk Menghadapi dan Mengelola Perubahan Lingkungan Bisnis :
Analisa Model Altman’s Z-Score, Perbanas
Quarterly Review, Vol. 2 No. 1, Maret
mau nanya kalau kepanjangan dari huruf I pada edward I altman itu apa yach....?
BalasHapusmau nanya kalau kepanjangan dari huruf I pada edward I altman itu apa yach....?
BalasHapusThank sangat bermanfaat
BalasHapusThank sangat bermanfaat
BalasHapuskalo model terbarunya apa lagi ya?
BalasHapusuntuk zeta model, formulanya seperti apa ya?
BalasHapus